Mungkin hampir setahun lamanya saya tidak menginjakkan kaki di lantai gedung itu. Terakhir kali saya ingat, adalah ketika menandatangani aplikasi beasiswa terakhir saya. Meninggalkan kampus setelah begitu lama. Begitu lama, karena sebelumnya kampus sudah seperti rumah saja. Terlebih menyusuri koridor menuju masjid alumni, dimana di ujung sana, sekretariat redaksi Transformasi pernah berdiri. Sekarang, ruang dua kamar itu telah rata dengan tanah. Hancur sampai teater sastra dan kantin sastra, kantin favorit saya. Konon, akan segera dibangun gedung yang baru. Sayangnya, dibangun dengan dana hasil utang.
Penghuni Trans setelah saya pun terpaksa pindah ke lantai 3 gedung G. Berderet dengan unit unit kemahasiswaan lainnya. Di lantai 3 gedung itu pula, kenangan kembali menabrak ingatan saya. Tentang lembaga kajian yang mengajari saya banyak hal. Tentang masa masa awal perkuliahan saya. Gedung itu, masih kusam namun ramai. Tidak lagi banyak wajah yang saya kenal seperti dulu. Seperti rasa asing ketika saya berdiri di depan gedung K. Menengok ke arah pendopo tanpa banyak kawan saya seperti dahulu. Ahh, saya hampir merasa seperti turis.
Saya lanjutkan langkah, menuju lantai 2 gedung K. Gedung kuliah saya setiap hari dulu. Masih ingat saya berlari lari mencari kelas bersama beberapa teman yang agak terlambat. Sambil berharap dosennya belum datang. Setiap hari, patas 98 yang selalu saya doakan tepat waktu. Karena, keterlambatan kuliah itu 98% bukan karena saya pribadi. Tetapi, karena si patas 98 ini tak datang tepat waktu. Atau, yang paling menyedihkan.. saya tidak bisa ikutan naik karena sudah penuh. Setiap hari seperti itu. Tidak percaya, coba tanyakan pada mereka yang rumahnya sekitar pasar Rebo.
Tiba di lantai 2, ada AM, teman kuliah seangkatan yang juga tertinggal layaknya saya. Lalu datang teman kuliah saya yang selalu masuk 5 besar di kelas. Dia (dan tak perlu heran) tentu saja sudah menyelesaikan studinya. Wah, saya merasa benar benar tertinggal. Tetapi jujur, saya tak menyesali ketertinggalan ini. Bagaimanapun, saya meraih hal yang lain selama masa masa tertinggal itu. Lagipula, saya tak pernah berambisi cepat lulus kuliah. Duduk tepat di depan pintu jurusan, setiap dosen yang melihat saya berkata, “baru kelihatan, kemana saja…” Kemudian, di kelas Dosen PJ magang bilang, “sinting.. kemana aja lu? Kenapa waktu itu nggak sekalian magang?” Saya membalasnya dengan nyengar nyengir, tak ingin memperpanjang pembahasan itu.
Apapun itu, saya kembali, menjadi mahasiswa.
Saturday, January 23, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment