“Sekolah negeri dong, kalau bisa yang unggulan,” biasanya begitu jawab para siswa lulusan SD atau SMP ketika ditanya akan melanjutkan ke sekolah mana. Atau tidak jarang justru jawaban semacam itu diperoleh dari orang tua siswa tersebut. Bukan rahasia lagi jika sampai saat ini sekolah berstatus negeri mulai dari SD sampai perguruan tinggi paling diincar para orang tua dan lulusan, terutama yang berlabel plus apalagi unggulan. Terdapat banyak alasan dibalik pemilihan sekolah negeri daripada sekolah lainnya (swasta). Ada yang karena gengsi/prestise, merasa lebih terjamin mutu pendidikannya, hingga persoalan biaya.
Sebut saja SMU Negeri 8 Jakarta yang terletak di kawasan Tebet, SMU ini ditunjuk oleh Kanwil Depdikbud DKI Jakarta sebagai sekolah unggulan dan plus tingkat provinsi. Sudah dapat dipastikan, pada setiap awal tahun ajaran selalu dipenuhi calon siswa lulusan SMP yang berharap dapat melanjutkan sekolah disana. Hal yang sama juga dialami oleh sekolah unggulan lainnya seperti SMUN 70 dan SMUN 3 di wilayah Jakarta Selatan, SMUN 81 dan SMUN 14 di Jakarta Timur, SMUN 68 dan SMUN 1 di Jakarta Pusat, SMUN 78 dan SMUN 2 di Jakarta Barat, serta SMUN 13 dan SMUN 40 di Jakarta Utara. Berbeda dengan SMUN 8, kesemuanya adalah sekolah unggulan tingkat kodya. Tetapi bukan hanya dialami oleh SMU, SMP unggulan juga bernasib tidak jauh beda. SMPN 1, SMPN 5, SMPN 216, SMPN 30, dan SMPN 95 juga menjadi idaman.
Tentu ada perbedaan mengapa ada sekolah negeri yang berlabel unggulan dan plus serta ada sekolah negeri saja (reguler). Perbedaan yang mencolok terutama dapat dilihat dari program yang dimiliki, peraturan, hingga fasilitas fisik. Jika di sekolah negeri reguler semua siswa mengikuti KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) selama tiga tahun penuh maka di sekolah negeri plus/unggulan bisa dipercepat hanya dua tahun karena adanya program akselerasi. Bahkan bukan hanya program akselerasi, ada juga program kelas super untuk siswa ber-IQ tinggi serta program inklusif yang dikhususkan bagi anak berkebutuhan khusus.
Untuk fasilitas fisik sendiri biasanya juga lebih lengkap karena memang sejak awal salah satu syarat untuk menjadi sekolah unggulan adalah memiliki fasilitas memadai. Selain itu, jika kita berhasil diterima/lolos seleksi pada salah satu sekolah negeri unggulan/plus ini tidak perlu khawatir digugurkan atau “dicuri’ kursinya oleh orang lain karena soal biaya atau lain-lain. Ini karena khusus untuk sekolah unggulan, Kanwil Depdikbud DKI Jakarta tidak memperbolehkan sekolah untuk memiliki siswa cadangan seperti di sekolah negeri lainnya. Jadi, kalau setelah diterima kita lebih memilih untuk bersekolah di tempat lain (negeri/swasta lainnya) maka otomatis kursi kita akan kosong pada awalnya.
Kalau bicara soal biaya, memang banyak yang bilang bahwa sekolah negeri plus/unggulan lebih mahal, termasuk sekarang ketika SD dan SMP sudah digratiskan. SD dan SMP berlabel plus/unggulan diperbolehkan memungut biaya dari orang tua siswa dengan aturan tertentu. Nah, untuk siswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah bisa dibebaskan biaya atau dikurangi karena dilakukan subsidi silang. Subsidi silang ini yang memungkinkan siswa miskin terus sekolah. Karena pembiayaan siswa tersebut ditanggung oleh subsidi siswa ekonomi lebih mampu dan dana APBD.
Pendidikan ibarat investasi jangka panjang. Untuk itu, pasti kita berharap mendapatkan pendidikan yang bermutu untuk saat ini dan seterusnya. Dari SD, kita ingin bersekolah di SMP yang bagus kualitasnya lalu ketika lulus berharap mendapat SMA yang juga bagus sehingga dapat melanjutkan ke perguruan tinggi idaman di dalam atau luar negeri. Banyak teman-teman kita yang memilih bersekolah di sekolah berkurikulum internasional dengan harapan lebih mudah jika ingin bersekolah di luar negeri. Tapi jangan salah lho, banyak juga universitas luar negeri yang melamar sendiri calon mahasiswanya untuk masuk universitas mereka. Ini misalnya dialami oleh SMUN 8 Jakarta.
Tuesday, October 20, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment