Sunday, January 3, 2010

Jawabannya (Mungkin) Memang Cinta..



Seorang teman lama bercerita, "pacaran sama dia kagak ada untungnya nih buat gw..". Seketika saya tersadar, ternyata logika pasar sudah merasuk bahkan dalam hubungan yang katanya atas nama cinta.

Bicara tentang cinta terasa tak ada habisnya, seperti banyak digelar sepanjang bulan Februari lalu. Mulai dari meriahnya suasana perbelanjaan yang tiba-tiba berwarna pink semua, acara televisi, majalah, hingga ruang seminar dan diskusi. Banyak orang menganggap bahwa sebagai salah satu misteri dalam hidup. Bahkan karena terlalu abstraknya, cinta agak sulit untuk diteorikan. Salah seorang tokoh yang telah mencoba menelaah cinta adalah Erich Fromm dalam salah satu bukunya "The Art of Loving" yang pertama kali terbit tahun 1959.

Dalam buku mungil setebal 218 halaman ini, Fromm mengawali pandangannya dengan mempertanyakan apakah cinta itu suatu seni? Ataukah cinta hanyalah sebentuk perasaan menyenangkan yang datang secara kebetulan? Buku yang ditulis berdasarkan premis pertama tersebut, mengartikan bahwa jika demikian halnya maka harus dimengerti dan diperjuangkan. Seperti dalam hidup, berjuang dalam cinta sama sekali bukan hal mudah.

Hal ini berbeda dengan pandangan mayoritas orang sekarang yang lebih mementingkan bagaimana untuk dicintai, bukan mencintai. Ini yang lalu membuat orang berlomba-lomba membuat dirinya dicintai, laki-laki maupun perempuan. Si laki-laki giat bekerja keras agar mapan, sukses, nampak terhormat, selalu bersikap menawan sehingga semakin diminati. Sedangkan perempuan, dengan segala cara mempercantik diri agar selalu menarik. Yang paling parah dari semua ini adalah ketika perasaan jatuh cinta tidak lebih dari relasi produsen dan konsumen. Perasaan (yang dianggap) cinta muncul karena ada komoditas yang dapat dipertukarkan. Dengan kata lain, relasi cinta manusia bersesuaian dengan prinsip pasar.

Namun, jika kita berpendapat bahwa cinta adalah sebuah seni, maka langkah selanjutnya untuk menjadi seorang pecinta yakni dengan menguasai teori dan prakteknya. Fromm memulai teori cinta ilmiahnya dengan mengatakan bahwa cinta adalah jawaban atas problem eksistensi manusia. Sejak kelahiran manusia ke dunia dan menyadari bahwa dirinya adalah "aku", yang berbeda. Kalau dalam konsepnya Lacan ini berada dalam fase apa yaa?? lupaa.. Nah, peristiwa ini menimbulkan kecemasan yang luar biasa dalam diri manusia. Guna mengatasinya, manusia menceburkan diri dalam aktivitas yang mampu membuatnya terlepas dari kesendirian itu. Sayangnya, itu hanyalah sementara.

Fromm juga membagi cinta ke dalam beberapa jenis dan membedakan masing-masingnya. Jenis cinta tersebut adalah cinta orang tua dan anak, cinta persaudaraan, cinta keibuan, cinta erotis, cinta diri, dan cinta Tuhan.

Di akhir bab buku ini, Fromm merumuskan tips praktek mencintai, diantaranya disiplin, kesabaran, serta perhatian penuh. Meski berjudul praktek, nampaknya belumlah se-praktis yang mungkin dipikirkan orang. Kenyataannya, praktek mencintai berdasar tips praktek cinta ala Fromm bisa sangat berbeda pada tiap orang. Sebagai filsuf yang juga psikolog, membaca buku ini terasa bukan sekedar mengobati jiwa tetapi mencerahkan pikiran. Diselingi kisah dan kutipan syair membuat buku ini terasa bukan sekedar buku psikologi ataupun filsafat. Akhirnya, bagi saya, Fromm memang hanya memberikan amunisi dan tetap kita lah penentunya.

Melihat semakin banyaknya kekerasan terjadi, pelanggaran hak asasi manusia, atas nama apapun…buku ini layak dibaca. Karena jawabannya (mungkin) memang cinta.

Nb. Oiya, beberapa tahun lalu, buku ini agak sulit diperoleh. Saya bahkan harus datangi hampir semua toko buku besar yang ada di Depok. Ehh,, ternyata malah didapat di sebuah toko buku kecil yang agk nyempil, hehehe. Sekarang buku ini malah saya nggak tahu ada dimana, nyempil dimana, di rumah siapa....

0 comments:

Post a Comment